Dalam surat tersebut, pihak kepolisian seakan melempar tanggung jawab dan memberikan alasan yang tidak masuk akal.
Tak heran, Alvi merasa kasus ini sengaja diperlambat, bahkan diabaikan.
Ancaman dari Pihak Terlapor
Masalah yang dihadapi Alvi tak berhenti pada lambannya penanganan polisi. Ia juga mendapat ancaman dari pihak terlapor, Yunita Oktaviani, dan suaminya.
Mereka berencana untuk menjual kios yang sudah dibayar oleh Alvi kepada pihak lain, dan menawarkan uang pengganti sebesar Rp100 juta.
Namun, Alvi menolak tawaran tersebut karena ia merasa bahwa kios tersebut sudah menjadi haknya setelah melunasi pembayaran.
“Yunita dan suaminya ingin menjual kios itu ke orang lain. Mereka menawarkan uang pengganti, tapi saya tolak. Saya sudah membayar Rp180 juta, kenapa saya harus menerima uang yang jauh di bawah itu?” tegas Alvi.
Ia juga menambahkan bahwa sebelum masalah ini muncul, ia dan Yunita pernah melakukan transaksi jual beli kios lainnya dengan harga Rp150 juta.
Transaksi tersebut berjalan lancar, dan sertifikat kios yang dibeli berhasil dibalik nama. Namun kali ini, Alvi merasa dikhianati.
Desakan untuk Propam Polda Sulsel
Alvi kini berharap agar Bidang Propam Polda Sulawesi Selatan segera turun tangan dan melakukan penyelidikan terhadap Polres Bantaeng.
Ia ingin kasus ini diusut dengan tuntas dan adil, tanpa ada intervensi atau permainan di balik layar.
“Saya hanya ingin keadilan. Saya bukan orang yang paham hukum, tapi saya tahu apa yang saya alami ini salah. Saya berharap Propam Polda Sulsel segera turun tangan dan memeriksa Polres Bantaeng. Jangan sampai kasus ini dibiarkan begitu saja,” tutupnya dengan harap-harap cemas.
Editor : Darwis